Powered By Blogger

Minggu, 26 Oktober 2008

LEMAK DAN MINYAK

oleh :
Boy Arief Fachri*
07/260118/STK/178

*Program Pascasarjana Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
e-mail:boyarief@yahoo.com

I. Pendahuluan

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya (Herlina dan Ginting, 2002).

Lemak dan minyak bukan hanya sekedar sumber bahan bakar tubuh, tetapi juga memiliki peran yang sangat penting dalam struktur dan fungsi sistem metabolisme dan kekebalan tubuh. Sebagai makanan kesehatan (medical foods) dan pangan fungsional (designer food), mereka memberikan suatu manfaat yang banyak. Proses metabolisme lemak yang tidak baik akan memberikan dampak yang jelek terhadap sistem kekebalan tubuh, metabolisme energi dan tulang, penyakit jantung koroner, kanker dan diabetes. Menurut the National Academy of Sciences Food and Nutrition Board, pola konsumsi lemak yang tidak baik akan menyebabkan gangguan pembuluh arteri pada jantung, kanker dan obesitas (Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000).

Winarno (1992) dan Syahidi (2005) menyebutkan bahwa pada umumnya lemak berfungsi sebagai (1) sumber energi yang besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Hal ini dikarenakan lemak dan minyak memiliki perbandingan karbon dan oksigen yang rendah dibandingkan karbohidrat; (2) sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K; (3) dalam industri pangan digunakan sebagai media penghantar panas, penambah kalori dan penambah cita rasa. Disamping itu, peran lemak dan minyak bagi kesehatan semakin diperhatikan karena naiknya status sosial, gaya hidup yang modern dan berubahnya pola makan. Bukti-bukti baru baik yang berkaitan dengan efek yang merugikan maupun yang menguntungkan dalam mengkonsumsi jenis lemak tertentu banyak muncul di media masa atau majalah ilmiah. Disamping yang sejalan, ada pula yang berlawanan, sehingga diperlukan kesamaan pandangan tentang jumlah, jenis, komposisi dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan konsumsi minyak atau lemak dalam makanan sehari-hari. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menimbulkan kegemukan, meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner dan beberapa jenis kanker (Koswara, tanpa tahun).

II. Lipida

2.1. Definisi

Lipid dalam bahasa Yunani berarti lemak (Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000). Lipida merupakan komponen senyawa organik yang terdapat dalam mahluk hidup, yang larut di dalam pelarut organik atau pelarut non-polar, tetapi tidak larut dalam air. Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida dan lemak merupakan komponen lipida yang terbesar (Silalahi dan Hutagalung, tanpa tahun). Walau demikian ada perbedaan antara lemak dan minyak, yaitu:
Titik cair lemak dan minyak akan bertambah dengan semakin panjangnya rantai C. Sifat-sifat kristal lemak pada umumnya berbentuk rapuh, transparan, pipih, halus, besar dan berkelompok. Sementara itu indeks refraksi meningkat dengan makin panjangnya rantai.

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan komposisi kimianya, lipida terbagi menjadi tiga golongan (Firestone Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000), yaitu:

  1. Lipida sederhana (simple/neutral lipids), yang terdiri atas
    a. lemak netral seperti mono, did dan trigliserida
    b. ester asam lemak dengan alcohol yang memiliki berat molekul tinggi, seperti malam, ester sterol, ester non-sterol, ester vitamin A dan D.
    Kebanyakan lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat and oil) merupakan senyawa lipida yang sederhana.
  2. Lipida majemuk (compounds lipids), yang terdiri atas fospolipida dan lipoprotein. Fospolida yang umumnya terdapat dalam tumbuhan dan hewan, biasanya phosphatidylcholine, phosphatidylethanolamine, phospatidylserine dan phospat idylinositol. Strukturnya mengandung 2 gugus hidroksil dari gliserol yang teresterifikasi oleh asam lemak dan 3 gugus fospat yang terikat pada rantai organik yang pendek. Tetapi bisa juga fospolidanya berbentuk gliserol teresterifikasi-asam fospat dan cardiolipin.
  3. Lipida turunan (derived lipids), antara lain; asam lemak (fatty acids) jenuh maupun tak jenuh; sterol seperti kolestrol, ergosterol, hormon steroida, vitamin D dan garam empedu; karotenoid dan vitamin A, E, K.

Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan ,telur, susu dan sayuran mengandung lemak dan minyak yang biasanya termakan bersama. Lemak dan minyak ini disebut juga lemak tersembunyi. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan dimurnikan, biasa disebut lemak atau minyak biasa (kasat mata) (Winarno, 1992).

Lemak dan minyak dapat berasal dari hewani dan nabati. Lemak hewani, biasa disebut lemak saja, memiliki sifat antara lain (1) mengandung banyak sterol yang biasa disebut sterol saja; (2) umumnya pada suhu kamar berbentuk padat, seperti lemak susu. Sedangkan lemak nabati, yang biasa disebut minyak, memiliki sifat antara lain (1) banyak mengandung fitosterol; (2) banyak mengandung asam lemak tak jenuh; (3) umumnya pada suhu kamar berbentuk cair, adakalanya juga berbentuk padat dan dikenal juga dengan nama minyak coklat dan merupakan bagian stearin dari minyak kelapa sawit (Winarno, 1992). Minyak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan (Silalahi dan Ginting, 2002) yaitu (1) drying oil, membentuk lapisan keras bila mengering di udara; (2) semi drying oil, contoh minyak jagung dan minyak bunga matahari; dan (3) non- drying oil, contoh minyak kelapa dan minyak kacang tanah.

2.3. Fungsi Lipida

Lipida mempunyai fungsi sebagai berikut (1) sumber energi; (2) sumber asam lemak esensial yaitu asam lemak linoleat dan linolenat; (3) alat angkut vitamin larut lemak; (4) menghemat protein; (5) memberi rasa kenyang dan kelezatan; (6) sebagai pelumas; (7) pemelihara suhu tubuh; dan (8) pelindung organ.

III. Proses Pembentukan/Pembuatan dan Pemurnian Lemak atau Minyak

3.1. Proses Pembentukan/Pembuatan Lemak atau Minyak

Secara alamiah, hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama yang berasal dari hewan. Lemak pada hewan terdapat pada jaringan adiposa. Sedang pada tanaman, pembentukan lemak terdiri atas tiga tahap yaitu: pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak dan kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak.
Pada tahap sintesis gliserol, fruktosa dipospat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi aseton fosfat, kemudian diredukasi menjadi a-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol.
Asam lemak dibentuk dari senyawa yang mengandung karbon seperti asam asetat, asetaldehid dan etanol yang merupakan hasil respirasi dari tanaman. Sintesis dilakukan dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri clostridium kyluveri.
Pada tahap kondensasi asam lemak dengan gliserol, terjadi reaksi esterifikasi gliserol dengan asam lemak yang dikatalis oleh enzim lipase.

Secara industri, produksi lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara yaitu rendering, pengepresan (pressing) dan dengan pelarut. Rendering merupakan cara yang sering digunakan untuk mengekstraksi minyak hewan dengan cara pemanasan. Pada cara pressing, bahan yang mengandung lemak atau minyak mengalami perlakuan pendahuluan, misalnya dipotong-potong atau dihancurkan. Kemudian di-press dengan tekanan tinggi menggunakan tenaga hidrolik atau screw press. Cara ekstraksi larutan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan digunakan untuk bahan yang mengandung kadar minyak rendah (Winarno, 1992).

Tang dkk (1992) mengekstraksi lipid dan kolestrol dari protein dengan menggunakan pelarut campuran yang terdiri atas alcohol rantai pendek, air, dan asam. Asam yang digunakan dapat berupa asam sitrat, asam asetat dan asam tartrat. Alkohol yang digunakan adalah etanol. Komposisi pelarut adalah 90.9 % etanol, 9 % air dan 0,084 %. Waktu ekstraksi 4 jam dan suhu 40 o C.

3.2 Pemurnian Minyak

Cara-cara pemurnian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

  1. Pengendapan (settling) dan pemisahan gumi (degumming).
    Proses ini bertujuan menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi atau berbentuk koloidal. Pemisahan dapat dilakukan dengan pemanasan uap dan adsorben.
    Netralisasi dengan alkali.Proses ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti fosfatida, asam lemak bebas, dan hidrokarbon.
  2. Pemucatan
    Bertujuan untuk menghilangkan zat warna dalam minyak dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif dan tanah liat.
  3. Penghilangan bau (deodorisasi lemak)
    Proses ini dilakukan dalam botol vakum, kemudian dipanaskan dengan mengalirkan uap panas yang akan membawa senyawa volatil. Selesai deodorisasi, lemak harus segera didinginkan untuk mencegah kontak dengan oksigen.


Chang dkk (1989) melakukan proses pemurnian minyak ikan yang mengandung EPA dan DHA dengan menggunakan distilasi uap vakum (vacuum steam distillation) pada 60-100 derajat Celcius dalam 2-5 jam. Ia juga menggunakan adsorben silica untuk mengurangi bau yang disebabkan adanya senyawa yang volatil. Sementara itu Yagi dkk (1996) memurnikan lemak dan minyak dengan cara mengemulsikannya dengan sebuah enzim yang dapat memutuskan ikatan gliserol-asam lemak. Selanjutnya emulsi didispersikan dalam air atau asam encer seperti asam sitrat dan asetat, lalu akan terbentuk butiran dengan ukuran 0,1-50 mili micron. Proses selanjutnya adalah pencucian dengan air untuk menghilangkan sisa-sisa fospolipida.

IV. Analisa Senyawa-senyawa Lipida (Minyak dan Lemak )

Winarno (1992) dan Herlina dan Ginting (2002) menyebutkan bahwa analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisanya, yaitu (1) penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian; (2) penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan ; dan (3) penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mencirikan sifat minyak tertentu.

4.1 Penentuan Kuantitatif

Firestone dalam Schmidl dan Labuza (2000) menyebutkan bahwa untuk menganalisa kandungan lemak dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris, gravimetris, dan kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG), kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi cairan (LC) dan kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan HPLC.

CG digunakan untuk melarutkan dan menghitung lipida seperti triacylglycerols dan turunan-turunan FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di, triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC digunakan untuk memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak. Sedangkan HPLC digunakan untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki berat molekul tinggi.

Komponen-komponen bahan terekstrak sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi, seperti jenis pelarut. Untuk lipida sederhana, n-heksana dan CO2 superkritis dapat digunakan sebagai pelarut. Sedangkan untuk lipida yang kompleks, pelarut polar seperti metanol akan lebih sesuai untuk digunakan.

Untuk menentukan kadar lemak total dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education membutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi dengan eter ; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas.

Artiss dkk (1988) menentukan kandungan lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini sesuai untuk menentukan fospolipida hewan, jaringan tissue manusia dan fluida.

4.2 Penentuan Kualitas

Penentuan kualitas meliputi:

  1. Penentuan Angka Penyabunan (AP)
    Adalah jumlah mg basa KOH atau NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak. Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara kasar.
    Asam lemak dengan rantai C pendek akan memiliki AP yang tinggi dari pada asam lemak dengan rantai C panjang.
  2. Penentuan Angka Ester
    Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester = angka penyabunan – angka asam
  3. Penentuan Angka Iodine (AI)
    Penentuan iodine menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau minyak.
  4. Penentuan Angka Reichert Meisel (ARM)
    Angka ini menunjukkan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap. Angka ini dinyatakan dengan jumlah 0,1 N basa yang diperlukan setiap 5 gram lemak untuk menetralkan asam-asam lemak yang mudah menguap pada destilasi yaitu asam lemak dengan C-4 atau C-6 (butirat dan kaproat).
  5. Penentuan Angka Polenske
    Bilangan ini menentukan kadar asam lemak yang volatil, tetapi tidak larut
    dalam air, yaitu asam lemak C-8 sampai dengan C-14. Bilangan polenske adalah jumlah milimeter (ml) 0,1 N alkali yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak C-8 sampai C-14 yang terdapat dalam 5 gram contoh.
  6. Penentuan Angka Asam (AA)
    Angka Asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. AA dinyatakan sebagai jumlah milligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
  7. Penentuan Angka Hehner
    Bilangan ini digunakan untuk menentukan jumlah asam lemak yang tidak larut dalam air. Lemak dengan berat molekul tinggi akan memiliki bilangan hehner yang rendah.
  8. Uji ketengikan dapat dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur senyawa hasil oksidasi. Parameter yang sering digunakan adalah antara lain
    a. Angka Peroksida
    Angka ini ditentukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur
    senyawa iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan dengan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Natrium Thiosulfat.
    b.Jumlah karbonil
    Ada dua cara yaitu cara Kreis yang memakai pereaksi florogusinol dan cara Lappin Clark yang memakai pelarut 2,4 dinitrofenilhidrazin.
    c.Uji Asam Tiobarbiturat
    Uji ini dapat digunakan untuk menentukan adanya ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah.
    d.Uji Oven Schaal

V. Lipida Terstruktur (Structured Lipids)

5.1 Definisi

Lipida terstruktur merupakan lipida yang disusun ulang (reconstituted) dengan cara kimia ataupun dengan enzimatis untuk mengubah komposisi dan posisi stereokimia asam lemaknya dalam gliserol. Senyawa ini dapat diproduksi secara komersil dengan proses hidrolisis, esterifikasi, dan inter-esterifikasi pada suhu tinggi. Ia juga dapat dibuat dengan cara enzimatis (Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000; Scrimgeour dalam Syahidi, 2005).

5.2 Manfaat dan Komposisi

Lipida terstruktur dapat memberikan manfaat kesehatan yaitu memperbaiki metabolisme asam lemak, mengurangi kolestrol jahat (LDL), memperbaiki sistem kekebalan, mencegah trombosis dan kanker. Jandacek dkk (dalam Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000) melaporkan bahwa trigliserida terstruktur, terhidrolisa dan terserap lebih efisien dibandingkan dengan trigliserida rantai panjang bisaa. Baabayan (dalam Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000) menyebutkan bahwa lipida terstruktur dengan MCT sebagai backbone-nya dan mengandung asam linoleat, sangat sesuai untuk pasien yang sakit parah. Sedangkan Hubberd dan McKenna (dalam Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000) menyebutkan bahwa lipida terstruktur yang mengandung MCT dan safflower oil sangat sesuai digunakan sebagai suplemen bagi penderita fibrosis sistik.

Akoh (2002) membuat lipida terstruktur dengan bantuan enzim. Komposisi lipidanya mengandung triolein, asam kaproat, asam butirat dan enzim lipase. Selain itu, juga komposisinya dapat berupa asam linolenat, SCT dan MCT, asam lemak tak jenuh dan lipase. Senyawanya dapat digunakan untuk memodulasi kolestrol, LDLP dan kadar tryacylglycerols.

Lin dkk (2003) melaporkan telah memodifikasi struktur lipida dengan menambahkan histidin dan polyanion seperti asam nukleat dan peptide. Senyawa kompleks yang terbentuk disebutkan dapat mengefektifkan perpindahan polyanion ke sel tanpa meracuni sel tersebut. Senyawanya disebut juga cationic lipids.

VI. Asam Lemak (Fatty Acids)

6.1 Definisi dan Manfaat

Asam lemak merupakan komponen utama dalam lemak dan minyak. Asam lemak yang ditemukan di alam, bisaanya merupakan asam-asam monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam lemak di alam dibagi menjadi dua golongan, yaitu: asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh . Asam lemak tak jenuh bisaanya berada dalam bentuk cis. Asam lemak tak jenuh berbeda bentuk molekulnya dengan asam lemak jenuh (Winarno, 1992; Herlina dan Ginting, 2002; Scrimgeour dalam Syahidi, 2005).

Beberapa hal yang mempengaruhi sifat-sifat minyak adalah asam lemak penyusunnya, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA), yang terdiri atas mono-unsaturated fatty acid (MUFA) dan poly-unsaturated fatty acid (PUFA) atau high unsaturated fatty acid. Para ahli biokimia dan ahli gizi lebih mengenalnya dengan sebutan asam lemak tak jenuh Omega 3, Omega 6 dan Omega 9. PUFA mempunyai pengaruh yang dapat menurunkan kolesterol. Konsumsi PUFA (Omega 6) yang berlebihan tanpa diimbangi konsumsi Omega 3 memang dapat menurunkan LDL kolesterol, akan tetapi HDL kolesterol juga dilaporkan ikut mengalami penurunan. Selain itu, keseimbangan antara Omega 3 dan Omega 6 terganggu, menyebabkan darah mudah menggumpal. Kedua hal ini tidak menguntungkan karena rasio LDL/HDL (Indeks Penyakit Jantung Koroner/PJK) yang menurun. Mudahnya darah untuk menggumpal, tidak dapat mencegah terjadinya PJK, bahkan dapat memicu terjadinya PJK. Oleh karena itu, perlu juga mengkonsumsi MUFA (Muchtadi, 2000).

Grundy (1985) dan Mensink (1987) menyatakan bahwa MUFA dapat menurunkan kolesterol (LDL-kolesterol) sehingga MUFA mulai mendapat perhatian. Salah satu jenis MUFA adalah Omega 9 (Oleat) yang berdasarkan penelitian pada 1992, 1998, 1999 dan 2000, menyimpulkan bahwa Omega 9 memiliki daya perlindungan yang mampu menurunkan LDL kolesterol darah, meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dibanding Omega 3 dan Omega 6, lebih stabil dibandingkan dengan PUFA. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang hidup di kawasan Mediteranian yang jarang ditemukan penderita jantung koroner karena tingginya konsumsi Omega 9 dan Omega 3. Sedangkan di kawasan barat (AS dan Eropa) konsumsi lemaknya memiliki rasio 10:1 (Omega 6, Omega 3), yang dianggap tidak sehat.

6.2 Klasifikasi

Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat. Asam lemak dapat digolongkan berdasarkan berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat kelarutannya dalam air, kemampuan asam lemak untuk menguap dan kelarutan garam-garamnya dalam alkohol dan air. Asam lemak dengan atom C lebih dari dua belas tidak larut dalam air dingin maupun air panas. Asam lemak dari C4,C6 dan C8 dapat menguap sedangkan C12 dan C14 sedikit menguap.

Asam lemak menurut jumlah atom karbonnya dapat dibedakan menjadi :

  1. Asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids) yang memiliki jumlah atom karbon kurang dari 6.
  2. Asam lamak rantai sedang/menengah (medium chain fatty acids) yang memiliki 8-12 atom karbon. Jenis ini bermanfaat untuk pencegahan dan terapi adipositas (Kuzela dkk,2003).
  3. Asam lamak rantai panjang (long chain fatty acids) dengan 14-18 jumlah atom C
    Asam lemak rantai sangat panjang (very long chain fatty acids) dengan jumlah atom C lebih dari 20.

6.3. Contoh Proses Pembuatan dan Isolasi

Breton (2003) mengisolasi PUFA dari minyak ikan dengan cara hidrolisa enzimatis. Enzim yang digunakan lipase. Kemudian proses selanjutnya adalah pemisahan PUFA dari asam lemak bebas dengan cara pengeringan beku.
Rongved (2007) membuat omega 3 dengan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis crude oil yang mengandung asam lemak tak jenuh; (2) melarutkan fase oil dalam heksan atau toluene; (3) pencucian dengan air; (4) menambahkan asam amino alkohol untuk membentuk garam yang mudah larut dalam air; (5) isolasi produk dengan pengeringan.



VII. Produk Oksidasi Kolestrol (Cholestrol Oxidation Products/COPs)

7.1 Definisi

Kolestrol merupakan senyawa kelompok sterol (steroid alcohol) yang tidak berikatan dengan senyawa lain. Ia merupakan single molecular. Kolestrol dapat mengalami auto-oksidasi dan foto-oksidasi. Kedua reaksi tersebut dapat menghasilkan oxysterol yang berbeda-beda struktur, tergantung jenis oksidasi dan sifat-sifat fisik substrat. Berbeda dengan asam lemak tak jenuh, produk oksidasi kolestrol lebih kompleks sehingga agak sulit diisolasi dan dikarakterisasi (http://www.cyberlipid.org/).

Penelitian-penelitian tentang COPs saat ini dititikberatkan pada (1) toksisitas COPs; (2) keberadaan COPs dalam makanan; (3) pengaruh pemrosesan bahan makanan dan kondisi penyimpanan terhadap reaksi oksidasi kolestrol. Paniangvait dkk (1995) meneliti tentang oksidasi kolestrol, sedangkan Guardiola dkk (1996) meneliti tentang pengaruh biologis kolestrol oksida dan masalah yang berhubungan dengan kadar kolestroldan oksida-oksidanya. Smith dan Johnson (1989) mengamati peranan COPs dalam aterogenesis.

7.2 Reaksi Oksidasi Kolestrol

COPs yang terdapat dalam makanan merupakan hasil dari pemrosesan bahan makanan. COPs dapat terbentuk melalui mekanisme reaksi auto-oksidasi, foto-oksidasi dan enzimatis. Ketiga mekanisme tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri atau simultan (Kumari, tanpa tahun; http://www.cyberlipid.org/).

Paniangvait dkk (1995) meleporkan bahwa terbentuknya COPs berhubungan dengan kondisi dan waktu penyimpanan. Panas, cahaya, pH, oksigen, kadar air dan keberadaan asam lemak tak jenuh merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi kolestrol.

Analisa COPs merupakan analisa yang sangat kompleks, karena sangat sulit sekali memisahkan kolestrol dengan trigliserida, fospolipid dan lipida lainnya (Ulberth dan Buchgraber, 2002).

Analisa COPs meliputi tahapan (1) ekstraksi COPs dari sumbernya; (2) pemurnian ekstrak; (3) derivatisasi; dan (4) kuantifikasi dengan metode kromatografi ((Ulberth dan Buchgraber, 2002; Guardiola, 2004).
COPs berhubungan dengan aterogenesis, sitotoksid, mutagenasi, kanker, kerusakan sel membrane dan menghambat biosintesis kolestrol (Osada, 2002; Dobarganes dkk, 2003).

VIII. Asam Linolenat Terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acids/ CLAs)

8.1 Definisi dan Manfaat

Pariza dkk (1979) melaporkan bahwa daging sapi mengandung senyawa penghambat mutasi pada gen. Senyawa tersebut dapat menghambat inisiasi sel tumor. Selanjutnya, senyawa tersebut merupakan campuran dari conjugated linoleic acids (CLAs). CLAs tersusun atas 90 % isomernya yang dapat dibuat secara sintetis. CLAs banyak terdapat dalam produk-produk susu dan daging bagian dalam hewan.

CLAs dilaporkan dapat mencegah kanker, mengontrol cardiovascular, menurunkan LDL, mengurangi berat badan dan massa tulang (www.eatwild.com). Pariza (2000) menyebutkan bahwa mengkonsumsi CLAs dapat (1) meningkatkan laju metabolisme; (2) mengurangi lemak di perut; (3) memperbaiki pertumbuhan otot; (4) menjaga kadar kolestrol, insulin dan trigiserida; dan (5) meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

8.2 Analisa CLAs

Analisa terhadap ikatan rangkap terkonjugasi pada CLAs dapat dilakukan dengan GC-mass spectrometry (GC-MS) menggunakan asam lemak dan turunannya. Metode yang dilakukan oleh Dobson (dalam Christie, 2002) ini merupakan metode yang sangat spesifik. Ia menggunakan 2 metil-1,2,4, triazoline-3,5-dione dan 1,3-hexadiene. Kelemahan metodenya adalah tidak dapat membedakan dengan baik antara trans, trans-, dan cis, trans-dienes. Sedangkan Christie (2002) mengatakan CLAs dapat dianalisa, antara lain dengan menggunakan CG, HPLC, dan CG-MS spectrometry.

8.3 Pembuatan CLAs Sintetis

Fimreite (2002) membuat CLAs dalam bentuk powder yang mengandung trigliserida, asam lemak atau alkyl ester. Ia mengatakan CLAs yang dibuatnya memiliki sifat-sifat organoleptis yang baik. Produknya dikatakan dapat digunakan sebagai suplemen diet.

Saebo dkk (2004) membuat CLAs dengan nilai asam yang tinggi. Caranya dengan mencampurkan katalis alkoholat dan ester-ester asam linolenat. Kemudian campuran tersebut membentuk saponified CLAs. Lalu dicuci dengan asam lemah untuk membentuk CLAs yang bebas asam lemak. Asam linolenat yang digunakan dapat berasal dari minyak jagung atau biji bunga matahari. Alkoholat yang digunakan berupa sodium methylate sedangkan asam lemahnya berupa asam sitrat.

Zander dkk (2005) membuat CLAs dengan cara hidrolisis enzimatis terhadap alkyl ester. Proses pemurnian dengan dicuci oleh air atau alkanol, selanjutnya dilakukan distilasi vakum pada 20-60 mbar. Suhu hidrolisis 20-80 oC. Enzimnya dapat berasal dari kelompok alcaligeneses atau asperigilus niger atau candica antartica A.

Horlacher dkk (2006) membuat CLAs melalui isomerisasi dengan cara memcampurkan asam linolenat dengan alkali metal alcoholate. Kemudian CLAs yang terbentuk disabunkan untuk memperoleh CLAs yang murni. Selanjutnya dilakukan kristalisasi. Isomerrisasi pada suhu 100-130 oC, kristalisasi pada suhu dibawah 10oC.

Westfechtel dkk (2006) melaporkan proses pembuatan CLAs. Tahapannya adalah (1) isomerisasi pada suhu 50-100 o C dengan bantuan alkali metal alcoholate; (2) saponifikasi pada suhu 40-90 oC; dan (3) netralisasi dengan asam fospat pada suhu 50-90 oC.

IX. Phytosterols

9.1. Definisi dan Manfaat

Istilah phytosterols pertama kali muncul tahun 1897. Ia merupakan sterol yang berasal dari tumbuhan. Strukturnya mirip dengan kolestrol akan tetapi memiliki cabang yang lebih banyak. Oleh karenanya, sulit untuk diserap/dicerna oleh organ manusia. Phytosterols yang sering ditemui adalah beta-sitosterol.

Ada 2 manfaat phytosterols, yaitu (1) menghambat penyerapan kolestrol. Ada dua mekanismenya, yaitu (a) mengendapkan kolestrol; dan (b) menggunakan membrane yang selektif terhadap kolestrol sehingga tidak dapat terserap (www.wikipedia.org); (2) mempengaruhi aktivitas enzim yang terlibat dalam proses metabolisme kolestrol (Firestone dalam Schmidl dan Labuza, 2000).

9.2 Proses Pembuatan Phytosterol

Binder dkk (2004) membuat phytosterols dari crude phytosterol yang berupa alpa atau beta sitosterol, sitostanol ataupun stigmasterol. Crude phytosterols dicampur dengan air dan emulsifier yang dapat berupa lesitin, mono atau digliserida, atau polyglicerols esters. Kemudian pada campuran tersebut dilakukan proses hidrotermik pada suhu 40-100 oC. Tahap selanjutnya homogenasi pada tekanan 2000 psi-8000 psi, kemudian diikuti dengan pengeringan beku.

Proses produksi phytosterol dari crude phytosterols yang berasal dari minyak nabati telah dilakukan oleh Hattori dkk (2007). Caranya dengan saponifikasi dalam pelarut alkohol-air. Proses selanjutnya adalah pendinginan untuk mengendapkan kristal phytosterols dan akhirnya dilakukan penyaringan/filtrasi.

Sicre dkk (2007) mengisolasi phytostrols dari crude phytosterols dengan transesterifikasi menggunakan methanol 25-75 % w. Selanjutnya didinginkan dan kristalisasi pada 75-80 oC lalu pemisahan dengan filtrasi.
Wu dkk (2007) mengemulsi crude phytosterol dengan saponin. Emulsinya berupa w/o emulsion. Phytosterol dilarutkan dalam fase minyak, sedangkan saponin pada fase air. Keduanya lalu dicampurkan. Pengeringan dan kristalisasi dilakukan untuk memperoleh powder phytosterols.

X. Daftar Pustaka

  1. Akoh, C., 2002, Structured Lipida, US 6 369 252 B1
  2. Artiss, J.D., Bozimowski, D., McEnroe, R.J., 1988, Method for Determining Lipids, US 4 784 945
  3. Binder, T.P., Gottemoller, T.V., 2004, Hydrothermically Processed Compositions Containing Phytosterols, US 2004/0014733 A1
  4. Breton, G., 2003, Enzymatic Methods for Polyunsaturated Fatty Acid Enrichment, US 6 537 787 B1
  5. Chang, S.S., Pelura, J.T., 1989, Purification of Fish Oil, US 4 874 629
  6. Christie, W.w., 2002, The Analysis of Conjugated Linoleic Acid, Lipid Technology, Vol. 12, Hal. 64-66
  7. Fimreite, D., 2002, Conjugated Linoleic Acid Powder, US 2002/0013365 A1
  8. Firestone, D, 2000, Fats and Oils and Their Effects on Health and Disease dalam Essentials of Functional Foods oleh Schmidl dan Labuza,.
  9. Guardiola, F., Codony, R., Addis, P.B., 1996, Biological Effects of Oxysterols: Current Status, Food Chem Toxicol, Vol.34, Hal. 193-211
  10. Hattori, Y., Horio, W., Kono, J., 2007, Process for Producing Phytosterols by Saponification in an Alcohol/Water Solvent, US 7 173 144 B1
  11. Herlina, N., Ginting, M.H.S., 2002, Lemak dan Minyak, USU Digital Library
  12. Horlacher, P., Ruf, K., Timmermann, F., Adams, W., Kries, R.V., 2006, Method for Producing Conjugated Linoleic Acid, US 2006/0189817 A1
  13. Koswara, S., tanpa tahun, Konsumsi Lemak yang Ideal bagi Kesehatan, diakses dari www.google.com tanggal 17 November 2007
  14. Kumari, S.J., tanpa tahun, Cholestrol Oxidation Products- Analytical Methods and Levels in Sweets Containing Heated Buffer Oil, diakses dari www. Google.com tanggal 17 November 2007
  15. Kuzela, L., Feldheim, K., 2003, Use of Medium =-Chain Triglycerides for the Prevention and Therapy of Adiposity, US 2003/0130346 A1
  16. Lin, K.Y., Mattuecci, M.D., 2003, Cationic Lipids, US 6 610 664 B2
  17. Muchtadi, T.R., 2000, Asam Lemak Omega 9 dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Media Indonesia, Edisi 29 November 2000
  18. Paniangvait, P, King, A.J., Jines, A.D., 1995, Cholestrol Oxides in Food of Animal Origin, J Food Sci., Vol. 60, Hal. 1159-1174
  19. Rongved,P. Klavenses, J., 2007, Omega 3, US 2007/0213298 A1
  20. Saebo, A., Saebo, P.C., 2004, Conjugated Linoleic Acid, US 2004/0225142 A1
    Scrimgeour dalam Syahidi, 2005
  21. Sicre, C, Amergand, R., Schwarzer, J., Gutsche, B., Musholt, M., Jordan, V., 2007, Process for Recovering Phytosterols via Crystallization, US 7 244 856 B2
  22. Silalahi, J., Hutagalung, N., tanpa tahun, Komponen-Komponen Bioaktif dalam Makanan dan Penngaruhnya terhadap Kesehatan, diakses dari www.google.com tanggal 17 November 2007
  23. Syahidi, A., 2005, Chemistry of Fatty Acids, Bailey’s Industrial Oil Product
  24. Westfechtel, A., Albiez, W., Zander, L., 2006, Method for Production of Conjugated Linoleic Acids, US 2006/0106238 A1
  25. Winarno, F.G., 1992, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka
  26. Wu, W., Chen, J., Hsieh, H., 2007, Method of Emulsifying Phytosterol by Matural Saponin, Emulsion prepared thereby and Water Dispersible Phytosterol Powder Produc, US 2007/0014819 A1
  27. www.cyberlipid/org, Cholestrol Peroxidation, diakses tanggal 17 November 2007
  28. www.wikipedia.org, Cholestatin, diakses 17 November 2007
  29. Yagi, T., Higurashi, M., 1996, Process for Refining Oil and Fat, US 5 532 163
  30. Zander, L., Busch, S., Meyer, C., 2005, Method for Producing Conjugated Linoleic Acid, US 2005/0255570 A1

Ucapan terima kasih kepada Ibu Wiratni, Ph.D yang telah memberikan arahan dalam penulisan paper ini.













Tidak ada komentar: